8. ARTHROPODA
Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan
podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya
beruas-ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang
berbuku-buku. Hewan ini memiliki jumlah spesies yang saat ini telah diketahui
sekitar 900.000 spesies. Hewan yang tergolong arthropoda hidup di darat sampai
ketinggian 6.000 m, sedangkan yang hidup di air dapat ditemukan sampai
kedalaman 10.000 meter.
1) Ciri-ciri filum Arthropoda
Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan
organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas
segmen-segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh :
laba-laba, lipan, kalajengking, jangkrik, belalang, caplak, bangsat, kaki
seribu, udang, lalat / laler, kecoa.
Ukuran tubuh Arthropoda sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang
lebih dari 60 cm., namun kebanyakan berukuran kecil.Begitu pula dengan bentuk
Arthropoda pun beragam.
Hewan arthropoda memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, triploblastik
selomata, dan tubuhnya bersegmen. Tubuh ditutupi lapisan kutikula yang
merupakan rangka luar (eksosketelon). Ketebalan kutikula sangan bervariasi,
tergantung dari spesies hewannya. Kutikula dihasilkan oleh epidermis yang
terdiri atas protein dan lapisan kitin. Pada waktu serangga mengadakan
pertumbuhan, kutikula akan mengalami pengelupasan.
Kutikula berfungsi melindungi tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh
serangga dan dapat menjadi tempat melekatnya otot, terutama yang berhubungan
dengan alat gerak. Otot serangga merupakan otot serat lintang yang susunannya
sangat kompleks. Otot ini diperlukan untuk melakukan gerakan yang cepat.
Tubuh Arthropoda terdiri atas caput (kepala), toraks(dada), dan abdomen (perut)
yang bersegmen-segmen. Pada laba-laba dan udang, kepala dan dadanya bersatu
membentuk sefalotoraks, tetapi ada juga spesies yang sulit dibedakan antara
kepala, toraks, dan abdomennya, seperti pada lipan. Pada tiap-tiap segmen tubuh
ada yang dilengkapi alat gerak dan ada juga yang tidak dilengkapi alat gerak.
Hewan arthropoda memiliki organ sensoris yang sudan berkembang, seperti mata, penciuman,
serta antena yang berfungsi sebagai alat peraba dan pencium. Tingkat
perkembangannya sesuai dengan kondisi lingkungan tempat hidupnya.
Sitem peredaran darah terdiri atas jantung di bagian dorsal. Sistem peredaran
darahnya merupakan sistem peredaran darah terbuka yang tidak memiliki kapiler
darah. Jantung berfungsi untuk memompa darah keseluruh tubuh. Hewan arthropoda
yang hidup di air ada yang bernapas dengan menggunakan insang, sistem trakea,
paru-paru buku, atau pada beberapa spesies melalui permukaan tubuh. Sistem
ekskresi menggunakan saluran malpighi. Sistem saraf dinamakan sistem saraf
tangga tali karena terdiri atas dua ganglion dorsal yang memiliki dua saraf
tepi. Setiap saraf trepi dihubungkan oleh saraf melintang sehingga merupakan
tangga tali. Sistem pencernaan dimulai dari mulut, usus, dan anus. Mulut ada
yang berfungsi untuk menjilat seperti pada lalat, menusuk dan menghisap seperti
pada nyamuk, serta menggigit seperti pada semut.
Anggota filum arthropoda dapat dibedakan menjadi hewan jantan dan betina.
Fertilisasi arthropoda terjadi secara internal. Telur banyak mengandung kuning
telur yang tertutup oleh cangkang. Hewan arthropoda ada yang mengalami
metemorfosis sempurna, metemorfosis tidak sempurna, dan ada yang tidak
bermetamorfosis.
Sistem reproduksi Arthropoda umumnya terjadi secara seksual.Namun ada juga yang
secara aseksual, yaitu dengan partenogenesis. Partenogenesis adalah pembentukan
individu baru tanpa melalui fertilisasi (pembuahan). Individu yang dihasilkan
bersifat steril.Organ reproduksi jantan dan betina pada Arthropoda terpisah,
masing-masing menghasilkan gamet pada individu yang berbeda sehingga bersifat
dioseus (berumah dua). Hasil fertilisasi berupa telur.
Cara hidup Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit, komensal,
atau simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya
nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah.
Habitat penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar,
gurun pasir, dan padang rumput.
2) Klasifikasi filum Arthropoda
Filum arthropoda dibagi menjadi empat kelas, yaitu Crustcea, Arachnida,
Insecta, dan Myriapoda (Chilopoda dan Diplopoda).
a. Kelas Crustcea
Crustacea (dalam bahasa latinnya, crusta= kulit) memiliki kulit yang keras.
Udang, lobster, dan kepiting adalah contoh kelompok ini. Umumnya hewan
Crustacea merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di darat.
Hewan ini memiliki ciri khas, yaitu rangka luar dari kitin yang keras. Rangka
luar ini keras karena mengandung zat kapur. Hewan yang tergolong kelas Crustcea
kebanyakan hidup di laut, sperti kutu air, udang karang, dan kepiting. Selain
itu ada pula yang hidup di air tawar atau di darat pada tanah yang lembab.
Gambar : Struktur morfologi hewan Crustacea
Tubuh hewan kelas ini terdiri atas sefalotoraks dan abdomen. Pada kepala
terdapat sepasang mandibula dan dua pasang maksila. Pada toraks udang dan
kepiting terdapat lima pasang kaki yang terdiri atas satu pasang kaki ginting
dan empat pasang kaki jalan. Kaki gunting berfungsi untuk menjepit mangsanya.
Pada setiap abdomen terdapat kaki renang. Pada ujung abdomen terdapat kaki daun
(uropod). Uropod terletak diantara sisi ekor yang mendatar (telson).
Crustacea dibedakan menjadi dua subkelas berdasarkan ukuran tubuhnya, yaitu
Entomostraca dan Malacostraca. Beberapa Crustacea kecil hidup melayang-layang
di laut, bersama binatang kecilainnya membentuk zooplankton. Zooplankton
Crustacea memiliki antenna panjang dan bulu sikat yang dapat membantu
memperluas bidang permukaan tubuhnya dan mencegah supaya zooplankton tidak
dapat tenggelam.
Selain spesies Crustacea yang hidup di air laut, terdapat juga beberapa
Crustacea yang hidup di air tawar. Contoh Crustacea kecil yang hidup di air
tawar adalah Daphania pulex dan cyclop. Daphania pulex memiliki ukuran tubuh
yang sangat kecil dan cyclop pun memiliki ukuran yang sangat kecil juga.
Entomostraca umunya sebagai zooplankton untuk memakan ikan. Spesies udang
tingkat rendah, seperti cyclop yang bermata satu dan kutu ikan (Argulus indicus)
merupakan parasit pada beberapa spesies ikan dan kepiting. Malacostraca
merupakan
Crustacea tingkat tinggi dan merupakan bagian terbesar dari kelas Crustacea.
Semua anggota kelompok ini bersifat makroskopis.
Malacostraca ada yang hidup di laut dan ada pula yang hidup di air tawar.
Malacostraca memiliki mata faset dan memiliki pembungkus sefalotoraks yang
dinamakan karapaks. Pernapasan menggunakan insang yang terdapat di bawah
karapaks. System pencernaan terdiri atas mulut yang dilengkapi gigi yang kuat,
esophagus, lambung, usus halus, kelenjar pencernaan, dan anus.
System peredaran darah pada Malacostraca merupakan system peredaran darah
terbuka. Jantung merupakan organ pada system peredaran darah Malacostraca.
System ekskresi memiliki alat yang dinamakan kelenjar hijau (green glands) yang
berfungsi membuang zat-zat yang bersifat sampah dari darah. Hewan ini memiliki
system saraf tangga tali. Organ sensoris telah berkembang dengan baik, seperti
mata faset, antenna, dan alat keseimbangan pada dasar antenna yang dinamakan
statocyst.
Udang, lobster,dan kepiting merupakan hewan yang termasuk Malacostraca.
Hewan-hewan tersebut merupakan sepertiga dari keseluruhhan Crustacea. Udang,
lobster,dan kepiting dikelompokan di dalam ordo Decapoda, yaitu hewan yang memiliki
sepuluh kaki. Jenis Malacostraca diantaranya udang karang (Panulirus sp), udang
yuyu (Paratelphusa convexa), kepiting (Astracus cancer), udang belalang
(Squilla sp), kutu kayu di laut (Lymnirua sp), dan lobster (Honarus
americanus).
b. Kelas Arachnida
Arachnoidea (dalam bahasa yunani, arachno = laba-laba) disebut juga kelompok
laba-laba, meskipun anggotanya bukan laba-laba saja. Kalajengking adalah salah
satu contoh kelas Arachnoidea yang jumlahnya sekitar 32 spesies. Ukuran tubuh
Arachnoidea bervariasi, ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5 mm sampai 9
cm. Arachnoidea merupakan hewan terestrial (darat) yang hidup secara bebas
maupun parasit. Arachnoidea yang hidup bebas bersifat karnivora. Tubuhnya
terdiri atas sefalotoraks, abdomen, dan 4 pasang kaki. Tidak memiliki
mandibula.
System pencernaan terdiri atas mulut, tenggorokan, lambung, usus halus, anus,
dan kelenjar racun untuk mematikan mangsanya. Respirasi dilakukan dengan
paru-paru buku dan trakea. System ekskresi memiliki saluran Malphigi. System
sarafnya adalah system saraf tangga tali. Hewan ini memiliki mata
tunggal,tubuhnya berbuku dan dapat dibedakan menjadi hewan jantan dan hewan
betina. Fertilisasi terjadi secara internal dan tidak mengalami metamorfosis.
Pada bagian sefalotoraks dapat dibedakan menjadi dua bagian. Kedua bagian
tersebut dihubungkan oleh pedunkulus. Bagian kepala memiliki kelisera yang
berfungsi menghancurkan mangsanya. Kelisera ini berhubungan dengan kelenjar
racun yang terletak di daerah kepala. Selain itu, terdapat pedipalpus yang
bentuknya menyerupai kaki dengan ujung bercakar. Pedipalpus memiliki fungsi
yang bermacam-macam bergantung pada spesiesnya. Pada kalajengking, pedipalpus
memiliki fungsi sebagai penangkap dan pemegang mangsa. Pada laba-laba jantan,
pedipalpus digunakan untuk menyalurkan sperma.
Arachnoidea dibedakan menjadi tiga ordo, yaitu Scorpionida, Arachnida, dan
Acarina.
• Scorpionida memiliki alat penyengat beracun pada segmen abdomen terakhir,
contoh hewan ini adalah kalajengking (Uroctonus mordax) dan ketunggeng ( Buthus
after).
• Arachnida, abdomen tidak bersegmen dan memiliki kelenjar beracun pada
kaliseranya (alat sengat), contoh hewan ini adalah Laba-laba serigala (Pardosa
amenata), laba-laba kemlandingan (Nephila maculata).
• Ordo Arcarina adalah kelompok hewan tungau. Anggota ordo ini memiliki tubuh
berbentuk bulat telur tau bundar. Banyak spesies tungau merusak tumbuh-tumbuhan
atau menjadi parasit pada binatang dan manusia. Contoh kelompok ini adalah
tungau kudis (Sarcoptes scabei) dan tungau unggas (Argus sp).
c. Kelas Insecta
Insecta (dalam bahasa latin, insecti = serangga). Banyak anggota hewan ini
sering kita jumpai disekitar kita, misalnya kupu-kupu, nyamuk, lalat, lebah,
semut, capung, jangkrik, belalang,dan lebah. Ciri khususnya adalah kakinya yang
berjumlah enam buah. Karena itu pula sering juga disebut hexapoda. Insecta
dapat hidup di bergagai habitat, yaitu air tawar, laut dan darat. Hewan ini
merupakan satu-satunya kelompok invertebrata yang dapat terbang.Insecta ada
yang hidup bebas dan ada yang sebagai parasit. Insecta sering disebut serangga
atau heksapoda. Heksapoda berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan kata
podos berarti kaki. Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Diperkirakan jumlah
insecta lebih dari 900.000 jenis yang terbagi dalam 25 ordo. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak sekali variasi dalam kelas insecta baik bentuk maupun
sifat dan kebiasaannya.
Tubuh Insecta dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kaput, toraks, dan abdomen.
Kaput memiliki organ yang berkembang baik, yaitu adanya sepasang antena, mata
majemuk (mata faset), dan mata tunggal (oseli). Insecta memiliki organ perasa
disebut palpus. Insecta yang memiliki syap pada segmen kedua dan ketiga. Bagian
abdomen Insecta tidak memiliki anggota tubuh. Pada abdomennya terdapat
spirakel, yaitu lubang pernapasan yang menuju tabung trakea. Trakea merupakan
alat pernapasan pada Insecta. Pada abdomen juga terdapat tubula malpighi, yaitu
alat ekskresi yang melekat pada posterior saluran pencernaan. Sistem
sirkulasinya terbuka. Organ kelaminnya dioseus.
Gambar : Struktur morfologi dan anatomi belalang
Perkembangan Insecta dibedakan menjadi tiga :
• Ametabola adalah perkembangan yang hanya berupa pertambahan ukuran saja tanpa
perubahan wujud. Contohnya kutu buku (lepisma saccharina)
• Hemimetabola adalah tahap perkembangan Insecta yang tidak sempurna, dimana
Insecta muda yang menetas mirip dengan induknya, tetapi ada organ yang belum
muncul, misalnya sayap. Sayap itu akan muncul hingga pada saat dewasa hewan
tersebut. Insecta muda disebut nimfa. Ringkasan skemanya adalah telur–nimfa
(larva) –dewasa (imago). Contoh Insecta ini adalah belalang, kecoa (Periplaneta
americana), jangkrik (gryllus sp), dan walang sangit (leptocorisa acuta).
• Holometabola adalah perkembangan Insecta dengan setiap tahap menunjukan
perubahan wujud yang sangat berbeda (sempurna). Tahapnya adalah sebagai berikut
; telur–larva–pupa–dewasa. Larvanya berbentuk ulat tumbuh dan mengalami ekdisis
beberapa kali. Setalah itu larva menghasilkan pelindung keras disekuur tubuhnya
untuk membentuk pupa. Pupa berkembang menjadi bagian tubuh seperti antena,
sayap, kaki, organ reproduksi, dan organ lainnya yang merupakan struktur
Insecta dewasa. Selanjutnya, Insecta dewasa keluar dari pupa. Contoh Insecta
ini adalah kupu-kupu, lalat, dan nyamuk.
Berdasarkan sayap, Insecta dibedakan menjadi dua sub-kelas :
• Apterigota (tidak bersayap), tubuh apterigota berukuran kecil sekitar 0,5 cm
dan memiliki antena panjang. Umumnya berkembang secara ametabola. Contoh hewan
kelas ini adalah kutu buku.
• Pterigota (bersayap), merupakan kelompok insecta yang sayapnya berasal dari
tonjolan luar dinding tubuh yang disebut Eksopterigota. Kelompok lain yang
sayapnya berasal dari tonjolan dalam dinding tubuh disebut Endopterigota.
Eksopterigota dibedakan menjadi beberapa ordo bedasarkan tipe sayap, mulut, dan
metamorfosisnya. :
Orthoptera memiliki dua pasang sayap
dengan sayap depan yang sempit. Misalnya kecoa, jangkrik, dan gansir.Ø
Ø Hemiptera
memiliki dua pasang sayap yang tidak sama panjang. Contohnya walang sangit
(leptocorisa acuta) dan kutu busuk (cymex rotundus).
Ø Homoptera
memiliki dua pasang yang sama panjang.Contohnya wereng coklat (Nilaparvata
lugens), kutu daun (Aphis), dan kutu kepala (Pediculus humanus)
Odonata memiliki dua pasang sayap
seperti jala. Contohnya capung (pantala).Ø
Endopterigota dibedakan menjadi :
Ø Coleptera
memiliki dua pasang sayap dengan sayap depan yang keras dan tebal. Misalnya
kumbang tanduk (Orycies rhinoceros) dan kutu gabah (Rhyzoperta diminica).
Ø Hymenoptera
memiliki dua pasang sayap yang seperti selaput, dengan sayap depan lebih besar
daripada sayap belakang. Misalnya semut rangrang (Oecophylla saragillina),
semut hitam (Monomorium sp.), lebah madu (Apis indica), dan tawon (Xylocopa
latipes).
Ø Diptera hanya
memiliki sepasang sayap. Misalnya nyamuk (Culex sp.), nyamuk malaria (Anopheles
sp), nyamuk demam berdarah (Aedes Aegypti), lalat rumah (Musca domestica),
lalat buah (Drosophila melanogaster), dan lalat tse-tse (Glossina palpalis).
Ø Lepidoptera
memiliki dua pasang sayap yang bersisik halus dan tipe mulut mengisap. Misalnya
kupu-kupu sutera (Bombyx mori) dan kupu-kupu elang (Acherontia atropos)
d. Kelas Myriapoda (Chilopoda dan Diplopoda)
Dalam system klasifikasi dapat berbeda antara satu system dan yang lainnya. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara ilmuan di dunia pada system
klasifikasi tertentu Diplopoda dan Chilopoda merupakan tingkat kelas, sedangkan
pada system lain Diplopoda dan Chilopoda dikelompokkan dalam kelas Myriapoda.
• Ciri-ciri ordo Diplopoda
Tubuh Diplopoda berbentuk bulat memanjang, memiliki banyak segmen. Tubuhnya
ditutupi lapisan yang mengandung garam kalsium dan warna tubuhnya mengkilap.
Kepala memiliki dua mata tunggal, sepasang antenna pendek, dan sepasang
mandibula. Toraksnya pendek terdiri ats 4 segmen. Setiap segmen memiliki
sepasang kaki, kecuali segmen pertama. Hewan kelompok ini memiliki abdomen
panjang, tersusun atas 25 hingga lebih dari 100 segmen, bergantung pada
spesiesnya. Setiap segmen memiliki 2 pasang spirakel, ostia (lubang), ganglion
saraf, dan 2 pasang kaki yang terdiri atas tujuh ruas.
Hewan yang tergolong Diplopoda tidak memiliki system pencernaan yang lengkap.
System pencernaanya disusun oleh sustu saluran lurus dengan 2 atau 3 pasang
kelenjar ludah. Di daerah ujungnya terdapat 2 saluran Malphigi panjang untuk
ekskresi. System peredaran darah pada Diplopoda merupakan system peredaran
darah terbuka. Alat reproduksinya dinamakan gonopod, berada pada segmen yang
ke-7. fertilisasi pada Diplopoda terjadi secara internal. Hewan betina ordo ini
membuat sarang untuk menyimpan telur.
Hewan ordo Diplopoda hidup di tempat gelap yang lembab, misalnya di bawah batu
atau kayu yang terlindungi dari matahari. Memiliki antenna yang digunakan untuk
menunjukkan arah gerak. Kakinya bergerak seperti gelombang sehingga
pergerakkannya sangat lambat. Makanan ordo Diplopoda adalah sisa tumbuhan atau
hewan yang telah mengalami pembusukkan.
Jika ada bahaya, tubuhnya menggulung seperti benda mati sebagai upaya untuk
mempertahankan diri. Ordo ini memiliki kelenjar yang dapat menyemprotkan cairan
yang mengandung sianida dan iodium untuk mengusir musuhnya. Contoh ordo ini
adalah kaki seribu (Spirobolus sp).
Gambar : Kaki seribu
Kaki seribu memiliki kaki yang banyak. Hewan ini mempunyai antenna dan sepasang
mata. Tubuhg kaki seribu terbagi atas segmen-segmen mirip cincin.
• Ciri-ciri ordo Chilopoda
Ordo Chilopoda biasa hidup di tempat yang lembab, di bawah timbunan sampah atau
daun-daun yang membusuk. Chilopoda berkembang biak secara kawin dan
pembuahannya internal.
Gambar : kelabang
Tubuh chilopoda berbentuk pipih memanjang dan berbuku-buku. Pada kepala
terdapat antenna yang beruas-ruas. Alat respirasinya adalah trakea yang
bercabang-cabang ke seluruh bagiab tubuhnya. Contoh hewan ini adalah lipan.
Lipan dapat menaklukkan mangsanya dengan racun yang berasal dari sepasang kaki
pertamanya yang disebut cakar racun. Pada setiap segmen terdapat sepasang kaki.
PENYAKIT
SKABIES
a.
Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)
Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran
sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.
Penyakit Scabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini
juga mudah menular dari manusia ke manusia , dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan
langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai,
handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum
dibersihkan dan masih terdapat tungau Sarcoptesnya.
Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti
sela-sela jari, siku, selangkangan. Scabies identik dengan penyakit anak
pondok. penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi
yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat
sinar matahari secara langsung.
Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu
komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan
secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas
yang terserang scabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual
maka akan mudah tertular kembali penyakit scabies.
b.
Penyebab
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, tungau ini berbentuk
bundar dan mempunyai empat pasang kaki. Dua pasang kaki dibagian anterior
menonjol keluar melewati batas badan dan dua pasang kaki bagian posterior tidak
melewati batas badan. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum
corneumdan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam
terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur
tersebut menetas menjadi hypopi yakti sarcoptes muda dengan tiga pasang kaki.
Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel
di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita
menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak
berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.
c.
Morfologi dan Siklus Hidup
Sarcoptes
scabiei adalah tungau yang termasuk famili
Sarcoptidae, ordo Acari kelas Arachnida. Badannya transparan, berbentuk oval,
pungggungnya cembung, perutnya rata, dan tidak bermata. Ukurannya,yang
betina antara 300-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, antara 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa tungau
ini memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan pasangan kaki depan dan 2 pasang
lainnya kaki belakang. Pasangan kaki yang pertama berakhir sebagai tabung
panjang masing-masing dengan sebuah alat penghisap berbentuk bel dan dengan
kuku. Kaki belakang berakhir menjadi bulu keras yang panjang kecuali pasangan
kaki ke-4 pada jantan yang mempunyai alat penghisap. Pada permukaan sebelah
dorsal terdapat garis-garis yang berjalan transversal yang mempunyai duri,
sisik, dan bulu keras. Bagian mulutnya terdiri atas selisera yang bergigi,
pdipalpi berbentuk kerucut yang bersegmen tiga dan palp bibir yang menjadi satu
dengan hipostoma.
Siklus
hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu
bulan. Sarcoptes scabei memiliki empat fase kehidupan yaitu telur, larva
nimfa dan dewasa. Berikut ini siklus hidup Sarcoptes scabiei :
1. Betina
bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit .
2. Telur
berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm
3. Masa
inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva yang kemudian
bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang molting pouches.
Stadium larva memiliki 3 pasang kaki.
4. Stadium
larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir, terbentuklah
nimfa yang memiliki 4 pasang kaki.
5. Bentuk
ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah menjadi dewasa.
Larva dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches atau di folikel
rambut dan bentuknya seperti tungau dewasa tapi ukurannya lebih kecil.
Perkawinan terjadi antara tungau jantan dengan tungau betina dewasa.
6. Tungau
betina memperluas molting pouches untuk menyimpan telurnya. Tungau
betina mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan di lubang pada
permukaan.
d.
Gejala dan Patologi
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa
gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan
lipatan paha. gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan
di bawah kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala
lainnya muncul gelembung berair pada kulit.
Lesi primer scabies berupa terowongan yang berisi tungau,
telur dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan
secret yang dapat melisiskan sratum korneum. Secret dan ekskret menyebabkan
sensitisasi sehingga menimbulkan pruritus dan lesi sekunder. Lesi sekunder
berupa pakul, vesikel, pustule dan kadang bula. Dapat juga terjadi tersier
berupa ekskroriasi, eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi
primer.
Tungau hidup didalam terowongan di tempat predileksi yaitu
jari tangan, pergelangan tangan baguian ventral, siku bagian luar, lipatan
ketiak depan, umbilicus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki -
laki dan aerola mammae pada perempuan. Pada bayi dapat menyerang Telapak tangan
dan telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna
putih abu–abu dengan panjang yang bervariasi rata–rata 1 mm, berbentuk lurus
atau berkelok–kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder.
Diujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya
ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita
di Indonesia karena umumnya penderita datang pada stadium lanjut sehingga sudah
terjadi infeksi sekunder.
e.
Diagnosis
Dasar diagnosis skabies adalah ditemukannya tungau, larva,
telur dan kotorannya dengan pemeriksaan mikroskopin. Namun pada praktek
sehari-hari adanya rasa gatal di malam hari, adanya lesi yang khas pada
prediklesi, ditemukanya lesi yang sama dalam suatu kelompok tertentu (keluarga/
kelompok masyarakat) merupakan dasar untuk menegakkan diagnosis tersangka dan
memberikan terapi skabies (Yoseph, 1996). Dengan ditemukannya kutu dewasa,
ovumnya atau larva (Naziruddin, 1989).
Menurut Harahap (2000), diagnosis dibuat dengan menemukan 2
dari 4 tanda cardinal berikut:
1) Pruritas nokturna (gatal pada malam
hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas
2) Umumnya ditemukan pada sekelompok
manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga
3) Adanya terowongan (kunikulus) pada
tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis
lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul enfeksi sekunder ruam kulit menjadi
polimorfi (pustul, ekskoriasi, dll). Tempat predileksi biasanya daerah dengan
stratum korneam tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat
glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit.
Pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
4) Menemukan tungau merupakan hal yang
paling diagnosis
Pada pasien yang selalu menjaga higiene, lesi yang timbul
hanya sedikit, sehingga diagnosis kadang kala sulit di tegakkan. Jika penyakit
berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis
(Mansjoer, dkk, 2000).
Diagnosis menurut Harahap (2000) baru dapat ditegakkan bila
ditemukan kutu dewasa, telur, larva, atau skibalnya dari dalam terowongan. Cara
mendapatkannya adalah dengan membuka terowongan dan mengambil parasit dengan
menggunakan pisau bedah atau jarum steril. Kutu betina akan tampak sebagai
bintik kecil gelap atau keabuan dibawah vesikula. Di bawah mikroskop dapat
terlihat bintik mengkilap dengan piggiran hitam. Cara lain ialah dengan
meneteskan minyak immersi pada lesi, dan epidermis di atasnya dikerok secara
perlahan-lahan.
f.
Pengobatan
Preparat sulfur presipitatum 5 –10 % efektif terhadap
stadium larva, nimfa dan dewasa tetapi tidak membunuh telur. Karena itu
pengobatan minimal selama 3 hari agar larva yang menetas dari telurnya dapat
pula dimatikan oleh obat tersebut. Gamma benzene heksaklorida efektif untuk
semua stadium tetapi tidak dapat digunkan untuk anak dibawah enam tahun karena
neurotoksik.
Permetrin dalam bentuk krim 5% efektif untuk semua stadium
dan relative aman untuk digunakan pada anak-anak. Obat lain yang efektif untuk
semua stadium adalah benzyl benzoat 20 – 55% dan krotamiton, tetapi obat ini
relative mahal.
Agar pengobatan berhasil baik, factor yang harus
diperhatikan adalah jelaskan cara pemakaian obat pada pasien bahwa krim harus
dioleskan bukan hanya pada lesi tetapi keseluruh tubuh mulai dari leher hingga
ke hari kaki selama 12 jam. Perhatian harus diberikan kepada area
intertriginosa termasuk lipatan intergluteal, ibu jari kaki dan subungual. Bila
krim terhapus sebelum waktunya, maka krim harus dioleskan lagi. Selain itu
obati orang yang kontak dengan penderita dan pada lesi dengan infeksi sekunder
berikan antibiotic. Pakaian, seprei dan sarung bantal harus dicuci dan
disetrika dengan baik. Kasur, bantal, guling paling sedikit 2 kali seminggu,
ventilasi rumah diperbaiki agar cahaya matahari dapat masuk.
PENYAKIT
DEMODISIOSIS
a.
Penyebab
Penyebab dari penyakit ini adalah Demodex folliculorum yang merupakan salah satu hewan arthropoda.
b.
Morfologi dan Siklus Hidup

Siklus hidup Demodex
folliculorum
berlangsung selama 18-24 hari dalam tubuh hospes. Baik jantan maupun betina
memilki lubang genital untuk melakukan perkawinan. Perkawinan berlangsung di
folikel rambut dan kelenjar keringat. Betina bertelur dan meletakan telurnya
sebanyak 20-24 di folikel rambut. Larva yang memiliki 6 kaki menetas pada hari
ke 3-4. 7 hari Kemudian, larva berkembang menjadi dewasa.
c.
Patologi dan Gejala Klinis
Parasit ini hidup di folikel rambut
dan kelenjar keringat terutama di sekitar hidung dan kelopak mata sebagai
parasit permanen. Kadang-kadang tungau ini ditemukan di bagian tubuh lain
seperti kulit kepala. Demodex folliculorum dapat menyebabkan kelainan
berupa blefaritis, akne, rosasea dan impetigo kontagiosa yang disertai rasa
gatal dan dapat terjadi infeksi sekunder. Umumnya, rosasea terdiri dari
beberapa tahap (tidak semua orang mengalami semua tahap ini). Tahap ini adalah
§ Flushing:
timbul kemerah-merahan secara periodik pada wajah
§ Inflammatory lesions: papula, pustul
§ Edema
§ Telangiectasias
(pelebaran pembuluh darah) mungkin terjadi beberapa waktu
§ Ocular rosacea
mungkin terjadi (rasa panas pada mata dan mata berair )
§ Rhinophyma
mungkin terjadi pada tinkat lanjut ( hidung bengkak dan kemerahan)
Tungau yang hidup di saluran
kelenjar folikel di pinggir mata dapat mengganggu penglihatan penderita.
d.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan D. folliculorum dari folikel rambut dan kelenjar
keringat.
e.
Pengobatan
Pengobatan
demodisiosis pada kulit dapat dilakukan dengan olesan salep linden atau salep
yang mengandung sulfur. Pengobatan lainnya adalah asam salisilat, metronidazol,
krotamiton, lindane, and sublimed sulphur, oral metronidazole, oral ivermektin
dan topical permethrin, and oral
or topical retinoids
. Papula pada wajah dapat disembuhkan setelah pengobatan dengan metronidazol
secara sistemik dan topical selama 3 minggu dan terapi prednisolon dosis rendah
secara oral.
PENYAKIT PEDIKULOSIS
a.
Definisi
Infestasi Kutu (Pedikulosis) adalah serbuan kutu yang
menyebabkan rasa gatal hebat dan bisa menyerang hampir setiap kulit tubuh.
b.
Penyebab
Kutu hampir tak dapat dilihat, merupakan serangga tak
bersayap yang mudah menular dari orang ke orang melalui kontak badan dan karena
pemakaian bersama baju atau barang lainnya.
Kutu kepala sangat mirip dengan kutu badan, meskipun
sebenarnya merupakan spesies yang berlainan. Kutu kemaluan
memiliki badan yang lebih lebar dan lebih pendek dibandingkan kutu kepala dan
kutu badan. Kutu kepala dan kutu kemaluan hanya ditemukan pada manusia,
sedangkan kutu badan juga sering ditemukan pada pakaian yang bersentuhan dengan
kulit.
Kutu kepala ditularkan melalui kontak langsung atau melalui
sisir/sikat/topi yang digunakan bersama-sama. Infestasi kutu kepala kadang
menyebar ke alis, bulu mata dan janggut. Kutu kepala sering ditemukan pada
murid-murid di satu sekolah.
Penularan kutu badan tidak semudah penularan kutu rambut.
Kutu badan biasanya menyerang orang-orang yang tingkat kebersihan badannya
buruk dan orang-orang yang tinggal di pemukiman yang padat. Kutu badan bisa
membawa penyakit tifus, demam
parit dan demam
kambuhan.
Kutu kemaluan menyerang daerah kemaluan, ditularkan pada
saat melakukan hubungan seksual.
c.
Morfologi dan Siklus Hidup
Kutu rambut dewasa berbentuk pipih dan memanjang,
berwarna putih abu-abu, kepala ovoid bersudut, abdomen terdiri dari 9 ruas,
Thorax dari khitir seomennya bersatu. Pada kepala tampak sepasang mata
sederhana disebelah lateral, sepasang antenna pendek yang terdiri atas 5 ruas
dan proboscis, alat penusuk yang dapat memanjang. Tiap ruas thorax yang telah
bersatu mempunyai sepasang kaki kuat yang terdiri dari 5 ruas dan berakhir
sebagai satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan tinjolan tibia untuk
berpegangan erat pada rambut.
Kutu rambut jantan berukuran 2mm, alat kelamin
berbentuk seperti huruf “V”. Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3mm, alat
kelamin berbentuk seperti huruf “V” terbalik. Pada ruas abdomen terakhir
mempunyai lubang kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian
lateral yang memegang rambut selama melekatkan telur. Jumlah telur yang
diletakkan selama hidupnya diperkirakan 140 butir.
Nimfa berbentuk seperti kutu rambut dewasa,
hanya bentuknya lebih kecil. Telur berwarna putih mempunyai oper culum 0,6-0,8
mm disebut “nits”. Bentuknya lonjong dan memiliki perekat, sehingga dapat
melekat erat pada rambut. Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5-10
hari.
Lingkaran hidup kutu rambut merupakan metamorfosis tidak lengkap,
yaitu telur-nimfa-dewasa. Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5-10
hari sesudah dikeluarkan oleh induk kutu rambut. Sesudah mengalami 3 kali
pergantian kulit, nimfa akan berubah menjadi kutu rambut dewasa dalam waktu
7-14 hari. Dalam keadaan cukup makanan kutu rambut dewasa dapat hidup 27 hari
lamanya.
d.
Patogenesis dan Gejala Klinis
Lesi pada kulit kepala disebabkan oleh tusukan
kutu rambut pada waktu menghisap darah. Lesi sering ditemukan di belakang
kepala atau kuduk. Air liur yang merangsang menimbulkan papula merah dan rasa
gatal yang hebat.
e.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik (ditemukan kutu). Kutu betina melepaskan teluar berwarna
abu-abu keputihan yang berkilau dan tampak sebagai butiran kecil yang menempel
di rambut.
Kutu badan dewasa dan telurnya tidak hanya ditemukan pada
rambut badan, tetapi juga pada lipatan baju yang bersentuhan dengan kulit.
f.
Pengobatan
Permethrin merupakan pengobatan kutu yang paling aman, paling efektif
dan paling nyaman.
Lindane (tersedia dalam bentuk krim, losyen atau shampoo) juga bisa mengatasi kutu tetapi tidak dapat diberikan kepada anak-anak karena bisa menimbulkan komplikasi neurologis. Kadang digunakan piretrin.
Lindane (tersedia dalam bentuk krim, losyen atau shampoo) juga bisa mengatasi kutu tetapi tidak dapat diberikan kepada anak-anak karena bisa menimbulkan komplikasi neurologis. Kadang digunakan piretrin.
Ketiga
obat tersebut bisa menimbulkan iritasi. 10 hari setelah pemakaian, ketiga obat
tersebut harus dioleskan kembali untuk membunuh kutu yang baru menetas.
Malathion tersedia dalam bentuk lotion 0,5% dan 1% digunakan untuk
kutu di kepala selain itu pula dapat digunakan anti parasit lainnya seperti Ivermectin, Lindane, Isopropyl myristate , Spinosad.
Infestasi
pada alis atau bulu mata sulit untuk diobati; kutu biasanya diambil dengan
menggunakan tang khusus. Jeli minyak polos bisa membunuh atau melemahkan
kutu di bulu mata.
Jika
sumber infestasi (sisir, topi, pakaian dan seprei) tidak dibersihkan melalui
pencucian, penguapan atau dry
cleaning, maka kutu bisa bertahan hidup dan
kembali menginfeksi manusia.
PENYAKIT FTIRIASIS
a.
Penyebab
Fitriasis (pedikulosis publis) adalah gangguan pada daerah
publis yang disebabkan oleh infestasi tuma Phthirus publis.
b.
Morfologi dan siklus hidup
P.publis bentuknya pipih dersoventral, bulat menyerupai
ketam dengan kuku pada ketiga pasang kakinya. Stadium dewasa berukuran 1,5-2 mm
dan berwarna abu-abu. Karena bentuknya menyerupai ketam, P.publis juga disebut
crab louse.
P. publis hidup pada rambut kemaluan, dapat juga ditemukan
pada rambut ketiak, jenggot, kumis, alis dan bulu mata. Tuma memasukkan bagian
mulutnya kedalam kulit untuk jangka waktu beberapa hari sambil mengisap darah.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur menjadi tuma dewasa lebih kurang
3-4 minggu.
c.
Patofisiologi dan gejala klinik
Rasa gatal terjadi pada tempat tusukan. Kadang-kadang kulit
disekitar tusukan tampak pucat. Telur yang diletakkan pada bulu mata dapat
mengganggu penglihatan.
ü Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan
sekitarnya. Gatal ini dapat meluas kedaerah abdomen dan dada, di situ dijumpai
bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut macula serulae.
Kutu ini dapat dilihat dengan mata telanjangn dan susah untuk dilapaskan karena
kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut.
ü Black dot yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas
pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun
tidur.
Bercak hitamini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria.
Bercak hitamini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria.
ü Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran
kelenjar getah bening.
d.
Diagnosis
Diagnosis fitriasis ditegakkan dengan menemukan P.publis
dewasa, larva , nimfa atau telur.
e.
Pengobatan
ü Krim gameksan 1 %
ü Emulsi benzyl benzoate 25 % yang dioleskan kemudian
didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudian jika belum sembuh.
ü Sebaiknya rambut kelamin dipotong
ü Pakaian dalam direbus atau disetrika
ü Mitra seksual juga harus diperiksa jika perlu diobati.
PENYAKIT MIASIS
a.
Penyebab
Miasis
adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan atau alat tubuh manusia atau
binatang vertebrat. Larva itu hidup dari jaringan mati dan atau jaringan hidup,
cairan badan atau makanan di dalam usus hospes. Menurut sifat larva lalat
sebagai parasit, miasis dibagi menjadi :
1.
Miasis spesifik ( obligat ). Pada
miasis ini larva hanya dapat hidup pada jaringan tubuh manusia dan binatang.
Telur diletakkan pada kulit utuh, luka, jaringan sakit atau rambut hospes.
Contoh : larva Callitroga macellaria, Chrysomyia bezziana.
2.
Miasis semispesifik (fakultatif). Pada
miasius ini larva lalt selain dapat hidup pada bagian bisuk dan sayuran busuk,
dapat hidup juga pada jaringan tubuh manusia, misalnya : larva Wohlfahrtia
magnifica.
3.
Miasis aksidental. Pada miasis ini
telur tidak diletakkan pada jaringan tubuh hospes, tetapi pada makanan atau
minuman, yang secara kebetulan tertelan lalu di usus tumbuh menjadi larva.
Contoh : larva Musca domestica dan Piophila casei.
Secara
klinis miasis dibagi menjadi :
1. Miasis
kulit/ subkutis. Larva yang diletakkan pada kulit utuh atau luka mampu membuat
teerowongan yang berkelok-kelok sehingga terbentuk ulkus yang luas. Contoh :
larva Chrysomyia bezziana.
2. Miasis
nasofaring. Biasanya terjadi pada anak dan bayi, khususnya mereka yang
mengeluarkan secret dari hidungnya dan yang tidur tanpa kelambu. Larva mampu
menembus kulit dan menembus ulkus. Dari seorang dewasa pernah dikeluarkan 200
ekor larva lalat. Contoh : larva Chrysomyia bezziana dan larva Hypoderma
lineatum.
3. Miasis
intestinal. Sebagian besar terjadi secara kebetulan karena menelan makanan yang
terkontaminasi telur atau larva lalat. Telur menetas menjadi larva di lambung
dan menyebabkan rasa mual, munta, diare dan spasme abdomen. Larva juga dapat
menimbulkan luka pada dinding usus. Contoh : larva Musca domestica dan Piophila
casei.
4. Miasis
urogenital . Beberapa spesies lalat pernah ditemukan dalam vagina dan urin.
Miasis ini dapat menyebabkan piuria, uretritis, dan sistitis. Contoh : larva
Musca domestica dan larva Chrysomyia bezziana.
5. Miasis
mata ( oftalmomiasis ). Larva dapat mengembara di jaringan dan bagian lain dari
mata. Contoh : Chrysomyia bezziana.
b.
Morfologi dan siklus hidup
Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha
dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh
berbulu, mempunyai antena yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap
asli serta sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang).
Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun
demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan
berkembangnya lalat.
Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat
canggih, yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari
ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat
yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini
juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat
pencitraan (scan) baru.
Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik.
Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia.
Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi
ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini
memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.
Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur,
larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna
putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna
coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa,
larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif
kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat
ini berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk
perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat
dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa
memiliki usia hidup selama 15-25 hari.
c.
Gejala klinis
Gejala klinis myasis sangat bervariasi dan tidak spesifik
tergantung pada bagian tubuh yang diinfestasi larva, yaitu demam, inflamasi,
pruritus, pusing, vertigo, pembengkakan, dan hipereosinofilia. Kondisi tersebut
dapat diperparah dengan adanya infeksi sekunder oleh bakteri. Penanganan myasis
pada hewan cukup praktis dibandingkan dengan manusia yang umumnya dilakukan
dengan pembedahan (operasi) pada bagian tubuh yang terserang (Ardhana, 2005).
d.
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan larva lalat yang
dikeluarkan dari jaringan tubuh, lubang tubuh atau tinja dilanjutkan dengan
diagnosis spesies dengan cara melakukan identifikasi spirakel posterior larva.
Cara lain adalah dengan memelihara larva hingga menjadi lalat dewasa lalu
diidentifikasi.
e.
Pengobatan
Tindakan medis yang akan dilakukan
pada kondisi myasis adalah membersihkan luka dari kotoran dan belatung.
Kemudian dilakukan kuretasi untuk membersihkan jaringan yang mati, baru
kemudian dijahit bila memungkinkan. Tentu terlebih dahulu diberikan antibiotika
seperlunya untuk menghentikan infeksi dan mempercepat kesembuhan. Apabila
kerusakan hanya tebatas pada jaringan otot, tingkat kesembuhannya cukup tinggi.
Dalam waktu kurang lebih seminggu setelah dilakukan tindakan medis biasanya
luka sudah sembuh. Namun apabila kerusakan mengenai organ tubuh yang lain,
misalnya organ dalam ( rongga dada atau rongga perut ), tingkat kesembuhannya
tergantung pada tingkat kerusakan organ tersebut. Apabila mengenai bola mata
bisa menjadi buta. Jika menyerang telinga bisa menjadi tuli (Mahmud, 2008).
Pengobatan myasis dapat dilakukan
dengan cara perendaman (dipping)
rutin dua kali seminggu dengan mencampur 6 liter Ecoflee dengan 3 m3
air. Larutan ini dapat digunakan selama 1,5 tahun dan dilaporkan cukup efektif
untuk pengendalian penyakit myasis. Berbagai preparat telah dicoba untuk
mengobati ternak yang menderita myasis yaitu asuntol, lezinon, rifcord 505 dan
campuran kapur, bensin serta vaselin. Ramuan yang dilaporkan cukup efektif
untuk pengobatan myiasis di Makasar, yaitu campuran dari 50 gr Iodium, 200 ml
alkohol 75% dan 5 ml Ecoflee yang selanjutnya ditambah air hingga 1 liter.
Ramuan ini langsung dioleskan pada luka yang mengandung larva sehingga larva
keluar dan luka menjadi mengecil. Pengobatan ini dilakukan dua kali dalam
seminggu (Mahmud, 2008). Sedangkan yang pengobatan yang diterapkan di BPTU
Indrapuri adalah dengan membersihkan luka, selanjutnya dilakukan pemberian
antibiotik Penstrep dan atau Vet-Oxy, dan disemprot dengan Gusanex dan atau
Limoxsin spray.
Miasis pada mayat
Setelah meninggal dunia , tubuh manusia akan mengalami
pembusukan sehingga mengeluarkan bau busuk. Bau busuk tersebut menarik berbagai
spesies serangga terutama lalat untuk hinggap dan berkembang biakpada mayat.
Bila siklus hidupnya diketahuimaka infestasi serangga pada mayat dapat
digunakan untuk memprakirakan saat kematian.
Untuk memprakirakan saat kematian,
telur dan larva diambil dari satu tempat saja. Sebagian larva diawetkan dalam
asetil alcohol dan sebagian dipelihara sehingga menjadi lalat dewasa. Identifikasi
spesies lalat dilakukan dengan membuat sediaan spirakel posterior larva lalat
dan atau mengidentifikasi lalat dewasa berdasarkan kunci identifikasi.
Sebagian contoh, pada mayat ditemukan larva Chrysomyia megacephala stadium III.
Stadium tersebut menunjukan bahwa larva lalat telah berumur 6 hari, berarti
mayat tersebut minimal telah mati selama 6 hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar