2. PORIFERA
Jangan
Rendam Spons Usai Cuci Piring!
USAI menyantap makanan, biasanya
piring, gelas serta wajan sehabis digunakan harus segera dicuci.
Berhati-hatilah dalam mencuci piring, waspada kotoran tertinggal.
"Kalau mencuci piring, gelas, maupun wajan Anda harus menggunakan spons berbahan kasar karena akan mengangkat kotoran atau sisa minyak yang menempel. Jangan khawatir spons yang berbahan kasar tidak akan merusak wadah Anda," ucap Yunadi Aulia Desmawan, Brand Manager Scotch-Brite saat berbincang dengan Okezone usai acara edukasi untuk kaum ibu bertema Rumah Bersih Terawat, Keluargaku Sehat Bersama Scotch-Brite di restoran Eclectic, Cilandak Town Square, baru-baru ini.
Selain itu, dalam proses pencucian pun harus dilakukan dengan baik buka saja sebatas memperhatikan spons yang digunakan karena akan membuat piring, gelas hingga wajan Anda menjadi awet.
"Biasanya juga kalau mencuci piring Anda melakukan dengan asal saja, tapi cara itu harus dirubah karena dalam mencuci. Gunakan tangan khususnya jari dan telapak Anda lalu gosoklah dengan cara melakukan searah jarum jam dengan diputar, jika ada kotoran yang menempel gosoklah sedikit menekan spons bagian kasar namun jangan lakukan dengan keras karena akan merusak wadah Anda," lanjutnya.
Setelah dilakukan pencucian maka spons yang digunakan pun harus dilakukan pencucian secara bersih, sebab selain membuat spons Anda awet maka akan menghindari spons menjadi bau.
"Kalau sehabis mencuci, spons jangan dibiarkan begitu saja tetapi spons harus digantung biar sisa air yang ada di dalam spons bisa keluar dan tidak tertinggal di dalam karena bila masih ada di dalam maka akan cepat membuat spons Anda mudah rusak," lanjutnya.
Tidak hanya itu saja, Anda pun diwajibkan untuk menghindari kebiasaan mencuci dengan memakai spons dengan cara direndam tanpa dilakukan pembersihan terlebih dahulu.
"Kalau sehabis cuci, spons Anda rendam semalaman atau beberapa menit saja tanpa Anda angkat maka akan mengundang bakteri masuk ke dalam spons tersebut dan menimbulkan bau dan cara ini sudah menjadi kebiasaan Anda di rumah, bahkan bisa berdampak berbahaya buat kesehatan jika cara ini dibiarkan terus menerus," katanya. (uky)
(ftr)
"Kalau mencuci piring, gelas, maupun wajan Anda harus menggunakan spons berbahan kasar karena akan mengangkat kotoran atau sisa minyak yang menempel. Jangan khawatir spons yang berbahan kasar tidak akan merusak wadah Anda," ucap Yunadi Aulia Desmawan, Brand Manager Scotch-Brite saat berbincang dengan Okezone usai acara edukasi untuk kaum ibu bertema Rumah Bersih Terawat, Keluargaku Sehat Bersama Scotch-Brite di restoran Eclectic, Cilandak Town Square, baru-baru ini.
Selain itu, dalam proses pencucian pun harus dilakukan dengan baik buka saja sebatas memperhatikan spons yang digunakan karena akan membuat piring, gelas hingga wajan Anda menjadi awet.
"Biasanya juga kalau mencuci piring Anda melakukan dengan asal saja, tapi cara itu harus dirubah karena dalam mencuci. Gunakan tangan khususnya jari dan telapak Anda lalu gosoklah dengan cara melakukan searah jarum jam dengan diputar, jika ada kotoran yang menempel gosoklah sedikit menekan spons bagian kasar namun jangan lakukan dengan keras karena akan merusak wadah Anda," lanjutnya.
Setelah dilakukan pencucian maka spons yang digunakan pun harus dilakukan pencucian secara bersih, sebab selain membuat spons Anda awet maka akan menghindari spons menjadi bau.
"Kalau sehabis mencuci, spons jangan dibiarkan begitu saja tetapi spons harus digantung biar sisa air yang ada di dalam spons bisa keluar dan tidak tertinggal di dalam karena bila masih ada di dalam maka akan cepat membuat spons Anda mudah rusak," lanjutnya.
Tidak hanya itu saja, Anda pun diwajibkan untuk menghindari kebiasaan mencuci dengan memakai spons dengan cara direndam tanpa dilakukan pembersihan terlebih dahulu.
"Kalau sehabis cuci, spons Anda rendam semalaman atau beberapa menit saja tanpa Anda angkat maka akan mengundang bakteri masuk ke dalam spons tersebut dan menimbulkan bau dan cara ini sudah menjadi kebiasaan Anda di rumah, bahkan bisa berdampak berbahaya buat kesehatan jika cara ini dibiarkan terus menerus," katanya. (uky)
(ftr)
Mengapa bakteri banyak
berkumpul di spons pencuci piring??
Ditulis pada Mei 22, 2012
Kebanyakan ibu rumah tangga
sudah merasa cukup untuk mencuci spons pencuci piring dengan air setelah
dipakai dan menggantinya dengan yang baru sebulan sekali. Padahal, spons cuci piring
termasuk dalam gudang kuman yang bisa menularkan penyakit.
Dalam sebuah studi mengenai kebersihan dapur di Singapura terungkap bahwa 88 persen spons pencuci piring yang dites mengandung bakteri salmonella dan Escherichia coli (E.coli).
Pemakaian spons berulang kali untuk membersihkan alat makan, bahkan mencuci sink (tempat cuci piring), menyebabkan spons menjadi tempat yang nyaman bagi berkumpulnya kuman.
“Spons juga umumnya berada di lingkungan yang lembab dan basah karena semalaman direndam dalam cairan sabun. Ini adalah lingkungan yang kondusif bagi perkembangbiakan kuman,” kata Dr.Emily Cheah, ahli mikrobiologi.
Dalam sebuah studi mengenai kebersihan dapur di Singapura terungkap bahwa 88 persen spons pencuci piring yang dites mengandung bakteri salmonella dan Escherichia coli (E.coli).
Pemakaian spons berulang kali untuk membersihkan alat makan, bahkan mencuci sink (tempat cuci piring), menyebabkan spons menjadi tempat yang nyaman bagi berkumpulnya kuman.
“Spons juga umumnya berada di lingkungan yang lembab dan basah karena semalaman direndam dalam cairan sabun. Ini adalah lingkungan yang kondusif bagi perkembangbiakan kuman,” kata Dr.Emily Cheah, ahli mikrobiologi.
”Spons yang terus basah pasti
akan banyak banyak terdapat bakteri. Apalagi, spons mengandung bahan karet dan
kalau tidak diganti secara teratur, bisa tak sengaja dikonsumsi dan
membahayakan kesehatan,” kata Profesor Rachmadhi.
Saat Staphylococcus
Aerues masuk dalam tubuh maka bisa menyebabkan mual hebat, muntah,
nyeri perut, diare hingga pusing. Sedangkan, infeksi Pseudomonas pp akan
menyebabkan ruam-ruam dan infeksi telinga.
Dalam penelitian yang
dilakukannya, para peneliti membagikan spons pencuci piring dan talenan baru
kepada 25 rumah tangga untuk dipakai selama 7 hari. Kemudian setelah itu spons
dan talenan tersebut dikumpulkan dan diperiksa.
Dalam studi yang dilakukan di
bulan September 2011 itu ditemukan 72 persen rumah tangga menggunakan spons
yang sama untuk mencuci piring dan membersihkan area tempat cuci piring dan
talenan.
Menurut Cheah, kebiasaan
tersebut akan meningkatkan risiko kontaminasi silang karena terjadi kontak
dengan alat yang dipakai untuk menyiapkan daging.
“Bila satu spons dipakai untuk
segala keperluan risiko kontaminasi bakteri akan meningkat. Ini beresiko tinggi
pada orang yang kekebalannya rendah seperti anak-anak dan orang lanjut usia,”
katanya.
Para ahli merekomendasikan agar
spons diganti setiap dua minggu sekali. Untuk mencegah kontaminasi bakteri yang
berasal dari daging mentah, disarankan untuk menggunakan talenan yang berbeda
dengan yang dipakai untuk mengolah sayuran atau makanan matang.
Selain mengganti secara
berkala, dianjurkan juga untuk mengeringkan spons di bawah sinar matahari atau
dalam microwave setelah tidak dipakai lagi.
Sebaiknya segera bersihkan
spons usai mencuci peralatan makan dan memasak. Lalu, keringkan agar tak
memberi kesempatan bakteri dan jamur tumbuh. Jangan sampai spons yang kembali
Anda gunakan untuk mencuci peralatan makan berikutnya menjadi sarang bakteri.
Sponge Pencuci Piring Sponge
yang digunakan untuk mencuci piring ternyata menjadi alat yang penuh dengan
bakteri. Sponge ini mengandung kuman, ragi dan bakteri 150 kali lebih banyak
dari gagang sikat gigi. Secara umum, bakteri yang ada pada sponge tidak membuat
Anda sakit. Tapi beberapa bakteri seperti salmonella dan E. coli dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang serius. Untuk mengatasinya, panaskan sponge Anda selama
dua menit di microwave dan menggantinya setiap dua minggu sekali.


Diskodermolida
Pengertian
Diskodermolida
Diskodermolida
adalah poliketida lakton produk alami baru yang pertama kali diisolasi pada
tahun 1990 dari ekstrak porifera (spons) laut langka di perairan Karibia,
yaitu Discodermia dissoluta oleh kimiawan Dr. Sarath
Gunasekera dan ahli biologi Dr. Ross Longley.Porifera ini mengandung
0,002% diskodermolida (7 mg/434 g porifera). Kerangka karbon molekul ini
terdiri dari delapan unit polipropionat dan empat
unit asetat dengan 13 stereopusat dengan massa molar 593,79 g/mol dan
titik leleh 112-1130C. Senyawa diskodermolida ini sensitif
terhadap cahaya, sehingga porifera harus dipanen pada kedalaman paling sedikit
33 meter. Diskodermolida pertama kali ditemukan mempunyai
aktivitas imunosupresif dan antijamur. Namun, tidak lama ini
diskodermolida ditemukan berpotensi sebagai inhibitor dari pertumbuhan sel
tumor.
Diskodermolida
telah ditemukan menghambat proliferasi sel-sel manusia dengan
menghentikan siklus sel pada G2- dan fase M. Ia menghiperstabilisasi mikrotubula,
terutama semasa pembelahan sel. Hiperstabilisasi gelendong
mitosis menyebabkan siklus sel terhenti dan menjadi mati
dikarenakan apoptosis. Terhadap berbagai macam lini sel,ia memiliki
aktivitas yang terukur IC50 = 3-80 nM. Diskodermolida akan
bersaing dengan paklitaksel pada pengikatan mikrotubula, namun
diskodermolida mempunyai afinitas dan efektivitas yang lebih tinggi
terhadap sel-sel kanker yang kebal terhadap paklitaksel dan epotilona.
Aktivitas
Biologi Diskodermolida
- Meningkatkan polimerisasi
tubulin larut.
- Menghiperstabilkan mikrotubulus.
- Menghentikan siklus sel dan menginduksi
apoptosis.
- Aktif
terhadap sel kanker yang resisten terhadap multi
obat.
- Bekerja
sinergis dengan Taxol.
Potensi
Aplikasi Diskodermolida
-Agen
kemoterapi terhadap tumor padat.
-Agen
kemoterapi terhadap tumor resisten Taxol (atau obat).
- Digunakan
dalam terapi dikombinasikan dengan
Taxol.
Harbor Branch Oceanographic Institution memberikan lisensi diskodermolida
kepada Novartis, yang memulai fase 1 uji coba klinispada tahun 2004.
Penumpukkan pasien dihentikan oleh karena toksisitas obat. Amos B.
Smith's research group (berkolaborasi denganKosan Biosciences)
memiliki program pengembangan obat praklinis yang sedang berlangsung.
Suplai
senyawa yang diperlukan untuk uji coba klinis tidak dapat dipenuhi dengan
pemanenan, isolasi, dan pemurnian. Pada tahun 2005, usaha melakukan
sintesis atau semi-sintesis denganfermentasi terbukti gagal. Oleh karena
itu, semua diskodermolida yang digunakan untuk kajian praklinis dan uji coba
klinis berasal dari sintesis total berskala besar.
Senyawa-senyawa
yang termasuk diskodermolida adalah diktiostatin, epotilona,
eleuterobin, laulimalida, dan paklitaksel.
Sintesis
Diskodermolida
Sintesis
senyawa poliketida ini sangat sulit. Sintesis dari senyawa ini yang pernah
dianggap tidak mungkin dapat dilakukan sekarang secara rutin dalam skala
laboratorium dan mendekati viabilitas ekonomi pada skala yang lebih besar pada
kasus-kasus tertentu. Tetapi sintesis ini dapat di sintesis dengan reaksi
aldol. Pola struktur aldol sangat umum terdapat pada poliketida, sebuah kelas produk
alami yang darinya banyak obat-obatan diturunkan, meliputi immunosupresan
manjur FK506, antibiotik tetrasiklina, dan agen
antijamur amfoterisin B. Riset yang ekstensif terhadap reaksi aldol telah
menghasilkan metode-metode reaksi yang sangat efisien, yang
memperbolehkan sinstesis banyak poliketida. Di
bidang biokimia, reaksi aldol adalah salah satu langkah kunci
dalam glikolisis, dimana reaksi ini dikatalisasi oleh
enzim aldolase.
Teknologi
Diskodermolida
Diskodermolida
merupakan sebuah poliketida yang pertama kali diisolasi dari spons dalam air
laut. Discodermia dissoluta sebagai properti
imunosupresif, adalah agen anti-tumor kua.
Hal
tersebut meningkatkan polimerisasi tubulin larut dan hiperstabilisasi
mikrotubulus. Dalam mekanisme ini, bersama-sama dengan TaxolTM,
menghambat siklus sel pada fase G2/M (fase reparasi) dan juga menginduksi
apoptosis.
Meskipun
secara mekanismenya mirip dengan TaxolTM dan beberapa senyawa
tubulin-interaktif lainnya, senyawa diskodermolida lebih efektif digunakan
sebagai pengobatan karena lebih potensial terhadap beberapa jenis sel kanker.
Selain itu, diskodermolida bukan merupakan substrat untuk glikoprotein-p, oleh
karena itu aktif terhadap TaxolTM.
Sel
yang resisten.
Beberapa
penelitian dari beberapa kelompok peneliti yang meneliti tentang senyawa
tubulin-interaktif menyatakan bahwa kombinasi antara TaxolTM dengan
diskodermolida dapat meningkatkan khasiat sekaligus mengurangi efek samping
yang tidak diinginkan.
Pada
mulanya, pasokan senyawa diskodermolida yang digunakan untuk mendukung evaluasi
biologi adalah produk alami hasil isolasi dari Discodermia dissoluta,
akan tetapi hasil yang diperoleh sedikit dan untuk mengisolasinya sangat sulit,
karena bahan yang dibutuhkan tidak cukup, sehingga tidak dapat mendukung perkembangan
penelitian lebih lanjut.
Menanggapi
potensi dari diskodermolida sebagai agen kemoterapi kanker, beberapa kelompok
peneliti telah mengembangkan senyawa sintesis, termasuk sintesis 1 g oleh
kelompok Smith di Penn State. Lebih dari 50 g diskodermolida diproduksi untuk
Tahap I uji klinis oleh Novartis menggunakan modifikasi dari sintesis Smith
and Paterson.
Diskodermolida
tetap layak sebagai suatu potensi yang dapat berkembang karena polimerisasi
tubulin dan hiperstabilisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar